Kesadaran Akan Jati Diri Mengantar Pada keharmonisan
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam dunia ini, apakah yang
dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? sebuah ketenaran dan kekayaan
duniawi saja? Tidak pastinya! Sebenarnya, kita ingin mencari ketenangan batin
dan keselarasan hidup. Tidak sedikit di antara kita berusaha mencarinya, walau
mungkin kita tidak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dicari, atau mungkin
cara mendapatkannya. Tanpa kita sadari kita sering merasa bingung, merasa
banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Bermacam-macam perasaan yang
tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hati menyerang begitu saja.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa hal tersebut menandakan belum
diperolehnya suatu ketenangan dan kesejahteraan dalam batin.
Apa dan bagaimana yang harus diperbuat agar
ketenangan dan kesejahteraan tersebut dapat terwujud? Tidak sedikit dari kita
yang kemudian salah dalam mengambil langkah. Kita cenderung melihat dan mencari di luar diri kita
sendiri. Akibatnya, dunia ini merupakan sumber semua kegelisahan. Mencari
penyelesaian persoalan dalam keluarga, di dalam pekerjaan ,atau di dalam
pergaulan dan sebagainya. Sebagian beranggapan apabila dapat mengubah keadaan
sekelilingnya, maka akan menjadi tenang dan bahagia. Padahal bahagia itu tidak
perlu dicari jauh – jauh dari pribadi individu. Kebahagian itu bersumber dari
dalam diri sendiri dan tercapai ketika sudah sadar, mengenal dan memahami siapa
jati diri kita.
Atman
adalah sang diri yang nyata (Swatah
siddha), Jiwa atau roh pribadi yang ada dan bersemayam dalam setiap makhluk hidup. Hanyalah pada kenyataannya pribadi atman itu sendiri akan
berakhir, apabila ia dalam
kondisi terbatas yang disebabkan oleh awidya.
Kondisi
awidya dapat berupa selama
roh menyamakan diri dengan badan dan indriyanya, ia berpikir, berbuat, dan
menikmati. Pada saat terlepas dari awidya,
maka baru menyadari akan kesejatiannya yang tiada lain adalah Brahman.
B.
TUJUAN
1.
Mengetahui belenggu yang mengikat manusia.
2.
Sadar, tahu dan memahami Jati Diri dalam pribadi setiap
individu.
II.
KESADARAN AKAN JATI DIRI
MENGANTAR
PADA KEDAMAIAN DAN KEHARMONISAN
Kegelisahan dan keresahan
dalam hati setiap individu merupakan hal yang wajar. Sebagai hal yang wajar
bukan berarti itu akan selalu menghantui tiap pribadi manusia. Itu tidak akan
selamanya menghantui ketika tiap individu menemukan solusi yang tepat akan
kegelisahan dan keresahannnya tersebut. Sekarang sudah banyak dijumpai orang
yang telah menyadari kenyataan tersebut dan mulai berpaling, yaitu menunjukkan
perhatiannya kepada sumber yang sebenarnya dari kebahagiaan dan kegelisahan, yaitu
pikirannya sendiri. Menunjukkan perhatian ke dalam diri sendiri, dalam
pikirannya sendiri, inilah yang dinamakan dengan meditasi.
Meditasi? Ya, seperti yang
kita tahu, dewasa ini meditasi telah banyak dipraktekkan oleh orang-orang dari
berbagai bangsa dan agama. Mengapa demikian? Karena meditasi adalah untuk
mengerti atau menghayati sifat pikiran di dalam kehidupan sehari-hari yan tidak
dibatasi oleh bangsa dan agama. Pikiran adalah kunci kebahagiaan, sebaliknya
juga merupakan sumber penderitaan / malapetaka.
Pikiran
dan hati nurani. Apakah mereka memiliki tujuan yang sama? Apakah segala sesuatu
yang dipikirkan oleh pikiran akan selalu sejalan dengan apa yang diinginkan
oleh hati nurani? Apakah diantara mereka sering terjadi peperangan karena
berbeda pendapat? Siapakah yang kita percayai saat kekalutan melanda dan butuh
solusi yang tepat diantara pikiran dan hati nurani tidak sejalan. Mereka selalu
berargumen dan ingin menang dalam perdebatan itu. Kita yang merasakan dibuatnya
semakin galau dan kalut. Siapa yang kita percayai? Hati? Atau pikiran? Argumen
yang dikeluarkan oleh pikiran selalu tampak logis dan masuk akal, sesuai logika
dalam pendidikan di dunia ini. Oke, kalau begitu percaya pada pikiran. Ets...
tapi tunggu dulu, bagaimana dengan hati naruni kita yang lembut dan berada
dalam kalbu yang ketika kebanyakan orang mengatakan bertanyalah pada hatimu
yang paling dalam pasti dia benar.
Lalu,
manakah yang harus kita pilih? Kita tidak dapat memprediksi apa akibat dari
tindakan yang kita pilih. Tetapi perlu kita ketahui juga bahwa setiap keputusan
dan tindakan yang
diambil pasti ada akibat atau resiko yang ditimbulkan. Yang menjadi masalahnya
siapakah yang benar, hati, pikiran ataukah keduanya? Siapakah sejatinya diri
kita ini? Siapa yang berada dalam pikiran kita? Siapa yang berada dalam hati
sanubari kita?
Kita lahir di dunia sebagai manusia pastinya tidak
terlepas dari belenggu. Karena merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna itu bukan berarti kita akan terlepas dari belenggu. Terdapat tiga
belenggu yang mengikat manusia, yaitu : pikiran (manas), ahamkarra (ke-akuan)
dan sthula saria (badan fisik). Pikiran (manas) tersebut merupakan pelopor dari
kedua belenggu yang lain. Karena apa? Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah
pembentuk. Apabila tidak dapat mengendalikan pikiran maka kita akan sulit dalam
mendengar suara hati (batin). Sulit, karena kita telah mengotori batin tersebut
dengan kelahiran kita yang tidak hanya sekali saja. Dengan demikian, perlu
dilakukannya beberapa hal yang dapat meningkatkan keharmonisan antara pikiran
dan batin dengan selalu tekun dan sadar untuk selalu berfikir positif.
Dengan pikiran yang negatif akan membuat kita menuju
pada kegelapan batin, kebencian, kemarahan dan permusuhan. Hanyalah
ketidakharmonisan yang didapat. Sebaliknya dengan pemikiran positif akan
membimbng kita menuju kebaikan, welas asih, kedamaian, kesadaran dan pikiran
yang terkendali tentunya. Sampai disuatu ketika kita akan sadar bahwa baik yang
positif maupun negatif adalah refleksi dari persepsi pikiran itu sendiri.
Kesejukan batin yang timbul dari ketekunan untuk selalu befikir positif akan
membuat kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi keadaan apapun. Perlu kita
ingat, sebelum menilai suatu barang, orang lain itu buruk atau baik secara
tidak sadar pikiran kita sendirilah yang berfikiran baik atau buruk. Sehingga
barang atau orang lain tersebut tampak buruk atau baik juga. Seringkali kita
tidak melihat hal – hal sebagaimana adanya melainkan kita melihat hal – hal itu
sebagaimana keadaan pikiran kita sendiri.
Segala emosi dan perasaan (baik positif maupun negatif)
adalah bayangan dari persepsi pikiran itu sendiri. Segala pengalaman dan
kejadian yang terjadi dalam hidup sejatinya adalah hal yang wajar dan alami di
dalam hukum – hukum semesta. Tetapi akibat dari hukum – hukum semesta itu
banyak dari kita yang sengsara ada pula yang bahagia. Apakah ukuran kesedihan
dan kebahagiaan itu benar akibat dari hukum semesta? Sebenarnya hokum semesta
(hokum Rta dan hokum karma) tidak membawa kebahagiaan maupun kesedihan.
Kebahagiaan maupun kesedihan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah produk
dari riak – riak atau permainan dari pikiran itu sendiri. Selama pikiran masih
mendikte maka akan tetap ada senang, sedih, suka, duka, puas ataupun kecewa.
Sebenarnya atas kehendak siapakah pikiran itu bekerja?
Entah atas kehendak siapa tetapi ada sumber yang menjadi penggerak pikiran
untuk bekerja, yaitu dualitas. Dualitas bergerak dari satu kebencian menuju
kebencian yang lain, dari satu konflik menuju konflik yang lain, dari
ketidakpuasan menuju ketidakpuasan yang lain, dan sebagainya. Ketika kita sadar
bahwa dalam diri setiap individu terdapat atman dan dapat memahaminya maka
keharmonisanlah yang tercapai. Seorang yogi yang sudah sadar dia akan selalu
damai dalam berbagai kondisi. Dia akan tetap damai ketika ada orang lain yang
mengatakan kalau dia bodoh, ketika dihina tetap damai, dihormati tetap damai
dan welas asih, bertemu orang baik tetap damai, bertemu orang jahat tetap
damai, dikatakan pembohong tetap damai. Dalam batin terdapat keharmonisan
sehingga yang muncul berupa kedamaian tanpa syarat yang menuntut beranekaragam.
Tak hanya pikiran dan hati nurani melainkan ada
sesuatu hal yang tak dapat kita perkirakan, yaitu episode – episode yang yang
akan terjadi dalam perjalanan hidup. Setiap hari dijjumpai kisah – kisah yang
penuh dengan pengalaman yang unik dan semua itu jauh dari perkiraan dan rencana
yang sudah matang. Apa gunanya menyusun sebuah rencana yang berlian ketika kita
melakukan aktivitas rencana itu tak sedikitpun kita lakukan?. Atas kemauan
sendiri ataukah ada orang lain yang mempengaruhi begitu hebatnya sehingg kita
mempercayainya.
Seringkali kita
juga melakukan hal – hal tanpa kesadaran, bakan secara sukarela, tanpa daya dan
terpaksa, ada yang bertentangan dan ada yang selaras, ada yang setelah
dilakukan menimbulkan penyesalan dan ada yang setelah dilakukan dengan terpaksa
tetapi menimbulkan kesenangan tersendiri. Sebenarnya apa yang kita perbuat
adalah kehendak Yang Maha Esa itu sndiri yang bersemanyam dalam jiwa kita dan
jiwa semua makhluk. Ialah yang membolak – balikkan kita tanpa kita berdaya atau
menentang kehendakNya sedikitpun. Akankah kita menyadari akan hal tersebut?
Manusia
disebut atmaja, Anuja/janma karena pada hakikatnya ia adalah Attman yang lahir,
menjelma, atman yang membadan dan disebut Purusa, karena manusia berasal dari
Purusa/Visesa, semua itu adalah sama yaitu percikan Tuhan yang mengalir dari Tuhan.
Manusia adalah penjelmaan dari Tuhan keturunan Tuhan, maka wajib berguru dan memohon tuntunanNya yang tertuang
dalam Weda.
Dalam kehidpan sehari – hari manusia memiliki hak,
kewajiban yang beranekaragam. Dari kita pun akan memilih sebuah tugas yang
terlihat mudah dan menyenangkan. Tampilan secara fisik menjadi daya tarik dan
ukuran. Perlu kita ingat, tidaklah baik bagi kita dan janganlah sekali – kali
berusaha melepaskan kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawab kita apalagi
kewajiban itu merupakan panggilan nurani kita yang tulus dan sebenarnya, walaupun
kewajiban tersebut terasa kurang sempurna. Secacat – cacatnya suatu pekerjaan
pada mulanya pasti akan lebih sempurna pada tahap – tahap selanjutnya. Bekerja
sesuai dengan kewajiban dengan segala ketulusan dan kesucian hati maka secara
bertahap akan makin dekat dengan Tuhan.
Tetapi tidak sedikit dari kita yang mengalami
kesulitan untuk mengetahui sejatinya diri pada setiap individu. Awan hitam
tebal begitu kuatnya menutupi sehingga ego yang besar membuat pikiran dan
nurani tidak sejalan. Memulai meditasi tanpa seorang guru spiritual seolah –
olah menjadi hal yang amat sukar dan tidak mungkin. Kebanyakan
dari kita mencari mati – matian kesana kemari seorang guru spiritual. Perlu
kita ketahui yang terpenting adalah menyiapkan diri dan batin secara tulus dan
memohon kepada Yang Maha Esa agar dituntun di jalanNya dalam bentuk seorang
guru dan membingbingnya ke arah Yang Maha Esa. Percaya atau tidak seorang guru
spiritual pasti akan datang dan bertemu sendiri dengan murid pilihannya sendiri
pada suatu waktu yang tepat.
Sebenarnya
guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam dalam diri kita
masing – masing. Tetapi kita lebih condong ke bentuk duniawi daripada mendengar
suara hati nurani kita sendiri, sehingga selalu diperlukan seorang guru
spiritual pada awalnya agar kita dapat memahami apa yang sedang kita pelajari.
Pada tahap
lanjut nanti seorang guru spiritual hanya berfungsi sebagai jembatan dan
mengantarkan kita ke sang Adhi Guru yang sebenarnya tidak jauh berada dari
kita.
Dengan adanya Sang Adhi Guru dalam setiap pribadi
manusia maka yang menentukan apakah seorang murid akan maju secara spiritual
bukanlah pada pertanyaan apakah gurunya berkualitas, tetapi apakah kita sebagai
murid memiliki potensi atau kualifikasi sebagai murid? Seorang guru betapapun
hebatnya itu akan sia – sia dan percuma atau tidak akan banyak membantu pada
keberhasilan muridnya ketika murid tersebut tidak memiliki kualitas. Murid yang
berkualifikasi hanya perlu mengambil nama gurunya saja dan maju di dalam
spiritual. Apakah seorang guru mampu memberi pencerahan? Mengapa tidak, tetapi
apakah murid tersebut mampu menerimanya, adakah tempat dihatinya, karena yang
menjadi fokus adalah kemajuan spiritual seorang murid jadi kualitas muridlah
yang menentukan.
Kerap kali kita menjadi budak dari pekerjaan –
pekerjaan kita dan kesibukan yang tak kunjung – kunjung usai. Hal tersebut ketika dituruti secara terus
menerus tidaklah baik. Seharusnya dan sebaiknya kita meluangkan waktu kita
untukNya.dengan begitu kita akan mendapatkan kenikmatan yang berbeda dan
kenikmatan yang tidak kita peroleh dari kesibukan – kesibukan kita setiap
harinya.sekali tercapai komunikasi denganNya kita akan mengalami keajaiban –
keajaiban yang mengubah cara hidup kita, membuat kita semakin tegar dan tabah dengan
berbagai lika – liku kehidupan. Maka dari itu, Meditasi dapat membantu kita
dalam menemukan sang Jati diri dalam diri kia sendiri. Dengan meditasi kita
mencoba untuk berhubungan dengan Sang Atman secara konstan dan terkonsentrasi.
Terdapat Sadhana (disiplin) Yoga yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Menanggalkan
semua bentuk nafsu dan keinginan, karena semua ini lahir dari sankalpa dan
membuat pikiran menjadi tidak tenang. Dengan menanggalkan nafsu – nafsu dalam
diri maka kita diajak untuk bertenang-diri.
2. Pengendalian
dan penghentian keingan-
keinginan indra, maka dengan tekad yang sungguh
sungguh kita harus mencoaba untuk
menguasai indra – indra kita dari setiap sisi dan sudut.
3. Setelah
gelombang – gelombang nafsu atau keinginan kita sudah mereda, maka dengan
bantuan buddhi gelombang – gelombang t
ersebut
dikendalikan lagi dengan ketegaran intelektual. Dengan kata lain belajar untuk
menghilangkan rasa takut. Mereka yang telah berhasil mengendalikan indra –
indra mereka akan diserang oleh rasa takut seperti “pikiranku terkendali,
dapatkah aku berfikir baik sekarang?”. “indra – indraku terkendali, dapatkah
aku bekerja dan berfungsi dengan baik?” semua rasa takut itu akan hilang kalau
seorang uru yang baik dan bijaksana selalu ada di sisi kita. memberi semangat
dan petunjuk tanpa bosan- bosannya. Di atas semua guru – guru yang ada di dunia
ini siapa lagi yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahu kalau bukan Sang Atman ,
Sang Adhi Guru sendiri yang bersemayam dalam diri.
4. Pikiran
kita harus selalu bersandar pada
Sang Atman. Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa obyek meditasi adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan mengendalikan pikiran yang selalu terbang kesana kemari.
Pikiran yang lari kesana kemari tersebut haruslah ditarik menuju obyek utama
yang semula, yaitu Tuhan Yang Esa. Menjadikan pikiran itu menerima dengan sadar
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aspek kehidupan. Sebuah meditasi
memiliki seni dimana tak bosan – bosannya untuk selalu mengendalikan pikirang
yang melayang, karena ketika sudah tercapai stabilitas pikiran bisa saja
pikirang akan kembali melayang ke arah yang lain.
5. Menangkap
selalu pikiran – pikiran dan menggiringnya ke jalan yang satu yaitu jalan ke
Jati Diri kita sendiri (Atman) .
Seorang
pemula biasanya akan mudah patah semangat ketika tidak langsung melihat hasil
meditasinya. Setelah beberapa hari, beberapa minggu, ataupun beberapa bulan
yang penuh meditasi dan disiplin tetap saja tidak melihat suatu hasil apapun
maka ia mulai ragu dan akan berfikir “derita disiplin ini sudah terlalu banyak
bagiku, tak kulihat suatu hasil akhir sedikitpun dari usaha – usahaku ini. Aku
jadi ragu apakah disiplin ini akan menghasilkan
sesuatu?” dengan begitu pemula tersebut akan patah semangat sebelum ia berhasil
mencapai apa yang menjadi tujuannya. Sebaiknya meditasi dan disiplin yang ketat
dihayati, diyakini dan dicintai serta jangan sekali – kali ada perasaan kalah
untuk seorang pemula. Sebab jalannya memang panjang dan harus selalu yakin akan
petuah – petuah gurunya bahwa akhir jalan akan menghasilkan sesuatu yang
menakjubkan. Hal tersebut dapat kita lihat pada sang guru atau orang – oarng
suci lainnya. Suatu hari entah itu lambat atau cepat pasti akan mencapai
tujuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam masa globalisasi dan masa krisis yang melanda
manuasia sekarang, kehidupan organik tertinggal jauh. Spiritual mulai diabaikan
dan intelektual mulai diagungkan. Disituasi sekarang perpecahan mulai terjadi
dan norma – norma yang ada pun mulai dilanggar. Sikap manusia terhadap alam
semesta dan rasa persaudaraan sedikit demi sedikitpun mulai lutur dan
menghilang. Tidak mau menundukkan diri secara sukarela pada kehidupan
bermasyarakat melainkan menjadi jiwa yang tamak dan bertahan dengan keegoan
masing – asing. Kekosongan jiwa dan berbagai bentuk ketegangan menyelimuti sebagian
besar individu. Pendidikan yang lebih menekankan pada kesuksesan pemenuhan
kebutuhan ekonomi dan segala sesuatu kebutuhan duniawi.
Menurut Radhakrishnan seorang pemikir Hindu yang menonjol
pada abad 20-an menyatakan “kita harus menyentuh kembali jiwa umat manusia,
karena jiwa membnetuk dan menguatkan raga. Tuhan itu ada berarti pengalaman
spiritual dapat direngkuh dan pengalaman diri merupakan bukti utama dari
kenyataan Tuhan. Menjadikan diri manusia menjadi manusiawi dan sempurna dapat
dicapai dengan pencaharian diri, pengetahuan diri dan pemenuhan diri. Sebuah
tragedy dimana sebagia besar dari kita tidak menyadari kebodohan kita, dan
semakin parah kebodohan kita, semakin kurang peka kita terhadapNya.
Terkadang diri ini tidak nyaman dalam keramaian. Ingin
rasanya menghindar dari keramaian dan menyendiri tanpa ada gangguan dari
siapapun. Rasa ingin menyendiri itu muncul begitu saja dalam diri. Kemauan
siapakah itu? Bagaimana kita harus menyikapinya. Mungkin itu adalah salah satu
dari panggilan hati nurani untuk mengenal lebih dalam tentangNya. Tidak
dipungkiri itu sebagai pertanda bahwa Beliau menujukkan jalan kepada kita
dengan merenung sejenak untuk berkonsentrasi dan berkomunikasi denganNya.
Selagi ada keinginan dari dalam diri untuk menyendiri kenapa tidak? Mungkin
dengan itu akan lebih mudah dan dapat berkonsentrasi karena sudah mantab dari
dalam diri dibandingkan tidak ada keinginan sama sekali tetapi tetap dipaksakan.
Semua itu kembali dan tergantung dari kitanya masing – masing apakah kita peka akan
hal tersebut atau tidak sama sekali.
Jati
diri umat Hindu adalah kesadaran tentang adanya Ātman yang bersthana pada diri
pribadi setiap mahluk. Apapun nama mahluk itu, di dalam dirinya terdapat sinar
suci yang merupakan bagi atau percikkan dari Brahman. Mewujudkan kesadaran
terhadap Ātman dalam diri manusia atau dalam diri pribadi kita merupakan
perjuangan yang sangat berat. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut berbagai
pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang Ātman seperti diajarkan dalam kitab
suci khususnya kitab-kitab Upaniûad. Pengetahuan saja tidaklah cukup, tetapi
lebih dari hal ini adalah pengamalannya yang dapat dilakukan melalui Sādhana,
yakni latihan atau olah rohani. Bila kesadaran terhadap Sang Diri ini dapat
diwujudkan dengan baik, maka cinta kasih akan mengalir dari diri pribadi kita,
yang dampaknya adalah terwujudnya kesejahtraan dan kebahagiaan yang sejati.
Kesadaran Sang Diri meralisasikan berbagai ajaran di dalam kitab suci Veda
maupun susastra Hindu lainnya.
Pesan bumi disaat semesta
berbicara “Meski
bulan purnama malam ini terhalang mendung dan hujan, tak berarti cahayanya
berhenti berpendar dibalik awan gelap itu. Serupa dengan itu, meski kegelapan
hidup sedang menerpa hari-hari kita, tak berarti Sang jiwa dalam diri berhenti
memendarkan cahaya kedamaian dan kebahagiaan sejatiNya. Kita hanya perlu
belajar menyingkirkan mendung-mendung kesedihan, kemarahan, kebencian,
kecemasan dan lainnya, yang telah menggelapkan pikiran selama ini. Siapa saja
berhasil menyingkirkan lewat tawa bahkan tangis, cahaya kedamaian dan
kebahagiaan segera terpancar kembali dari dalam batinnya.” Dari pesan tersebut sangatlah
jelas bahwa sang jiwa atau Sang Atman itu tidak berhenti memancarkan cahaya
sucinya untuk mengarahkan kita, untuk menuntun kita agar selalu berada
dijalannya. Tetapi raga dimana Atman itu tinggal tidak semuanya secara cepat sadar
akan keberadaanNya. Belajar menyingkirkan segala bentuk awidya sangatlah
penting untuk mengetahui siapa sebenarnya Sang Jati Diri ini.
III.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Belenggu yang
mengikat manusia antara lain: pikiran (manas), ahamkarra (ke-akuan) dan sthula
saria (badan fisik). Dimana pikiran (manas) merupakan pelopor dari kedua
belenggu yang lain. Dengan
mampu mengendalikan pikiran dan sadar akan cahaya Sang Jiwa yang tak pernah
berhenti berpendar maka kita akan mengetahui sejatinya Jati Diri kita. Guru
yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam dalam diri kita masing –
masing. Jadi, yang terpenting adalah
menyiapkan diri dan batin secara tulus dan memohon kepada Sang Hyang Widhi agar
dituntun di jalanNya dalam bentuk seorang guru dan membingbing kita ke arah Sang Hyang Widhi. Dengan meditasi dapat membantu kita
dalam menemukan sang Jati diri dalam diri kia sendiri
B.
SARAN
1. Di era globalisasi sekarang ini hendaknya spiritual
tidak dilupakan dan bukan intelektual saja yang diutamakan.
2. Menyadari akan keberadaan Atman itu penting agar
tercapai keharmonisan dan mengetahui sejatinya Jati Diri.
3. Ketika kita sebagai pemula dalam meditasi janganlah
mudah patah semangat akan hasil yang tidak segera tampak melainkan tetap dengan
gigih dan penuh semangat untuk terus mencoba berkomunikasi denganNya serta
jangan pernah sekali – kali merasa kalah untuk seorang pemula.
4. Segala emosi dan perasaan (baik positif atau negatif)
merupakan persepsi dari bayangan pikiran itu sendiri, sehingga pengendalian
akan pikiran itu sangat penting bagaikan seorang Yogi dia akan selalu merasa
damai dan welas asih dalam kondisi yang bagaimanapun juga.
5. Ketika kekalutan, keresahan melanda sebaiknya kita
selesaikan dengan meditasi sejenak agar pencerahan dating kepada kita.
Sumber :
Bhagavat Gita karangan T.L Vaswani
Triguna,
Yudha. 2011. Himpunan Dharma Wacana dan Dharma Tula. Direktorat Jenderal Bimas
Hindu, Jakarta Pusat.
Komentar
Posting Komentar