Kesadaran Akan Jati Diri Mengantar Pada keharmonisan



I.                   PENDAHULUAN

A.                LATAR BELAKANG
Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? sebuah ketenaran dan kekayaan duniawi saja? Tidak pastinya! Sebenarnya, kita ingin mencari ketenangan batin dan keselarasan hidup. Tidak sedikit di antara kita berusaha mencarinya, walau mungkin kita tidak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dicari, atau mungkin cara mendapatkannya. Tanpa kita sadari kita sering merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hati menyerang begitu saja. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa hal tersebut menandakan belum diperolehnya suatu ketenangan dan kesejahteraan dalam batin.
 Apa dan bagaimana yang harus diperbuat agar ketenangan dan kesejahteraan tersebut dapat terwujud? Tidak sedikit dari kita yang kemudian salah dalam mengambil langkah. Kita  cenderung melihat dan mencari di luar diri kita sendiri. Akibatnya, dunia ini merupakan sumber semua kegelisahan. Mencari penyelesaian persoalan dalam keluarga, di dalam pekerjaan ,atau di dalam pergaulan dan sebagainya. Sebagian beranggapan apabila dapat mengubah keadaan sekelilingnya, maka akan menjadi tenang dan bahagia. Padahal bahagia itu tidak perlu dicari jauh – jauh dari pribadi individu. Kebahagian itu bersumber dari dalam diri sendiri dan tercapai ketika sudah sadar, mengenal dan memahami siapa jati diri kita.
Atman adalah sang diri yang nyata (Swatah siddha), Jiwa atau roh pribadi yang ada dan bersemayam dalam setiap makhluk hidup. Hanyalah pada kenyataannya pribadi atman itu sendiri akan berakhir, apabila ia dalam kondisi terbatas yang disebabkan oleh awidya. Kondisi awidya dapat berupa selama roh menyamakan diri dengan badan dan indriyanya, ia berpikir, berbuat, dan menikmati. Pada saat terlepas dari awidya, maka baru menyadari akan kesejatiannya yang tiada lain adalah Brahman.

B.                    TUJUAN
1.      Mengetahui belenggu yang mengikat manusia.
2.      Sadar, tahu dan memahami Jati Diri dalam pribadi setiap individu.



II.                KESADARAN AKAN JATI DIRI
MENGANTAR PADA KEDAMAIAN DAN KEHARMONISAN
Kegelisahan dan keresahan dalam hati setiap individu merupakan hal yang wajar. Sebagai hal yang wajar bukan berarti itu akan selalu menghantui tiap pribadi manusia. Itu tidak akan selamanya menghantui ketika tiap individu menemukan solusi yang tepat akan kegelisahan dan keresahannnya tersebut. Sekarang sudah banyak dijumpai orang yang telah menyadari kenyataan tersebut dan mulai berpaling, yaitu menunjukkan perhatiannya kepada sumber yang sebenarnya dari kebahagiaan dan kegelisahan, yaitu pikirannya sendiri. Menunjukkan perhatian ke dalam diri sendiri, dalam pikirannya sendiri, inilah yang dinamakan dengan meditasi.
Meditasi? Ya, seperti yang kita tahu, dewasa ini meditasi telah banyak dipraktekkan oleh orang-orang dari berbagai bangsa dan agama. Mengapa demikian? Karena meditasi adalah untuk mengerti atau menghayati sifat pikiran di dalam kehidupan sehari-hari yan tidak dibatasi oleh bangsa dan agama. Pikiran adalah kunci kebahagiaan, sebaliknya juga merupakan sumber penderitaan / malapetaka.
Pikiran dan hati nurani. Apakah mereka memiliki tujuan yang sama? Apakah segala sesuatu yang dipikirkan oleh pikiran akan selalu sejalan dengan apa yang diinginkan oleh hati nurani? Apakah diantara mereka sering terjadi peperangan karena berbeda pendapat? Siapakah yang kita percayai saat kekalutan melanda dan butuh solusi yang tepat diantara pikiran dan hati nurani tidak sejalan. Mereka selalu berargumen dan ingin menang dalam perdebatan itu. Kita yang merasakan dibuatnya semakin galau dan kalut. Siapa yang kita percayai? Hati? Atau pikiran? Argumen yang dikeluarkan oleh pikiran selalu tampak logis dan masuk akal, sesuai logika dalam pendidikan di dunia ini. Oke, kalau begitu percaya pada pikiran. Ets... tapi tunggu dulu, bagaimana dengan hati naruni kita yang lembut dan berada dalam kalbu yang ketika kebanyakan orang mengatakan bertanyalah pada hatimu yang paling dalam  pasti dia benar.
Lalu, manakah yang harus kita pilih? Kita tidak dapat memprediksi apa akibat dari tindakan yang kita pilih. Tetapi perlu kita ketahui juga bahwa setiap keputusan dan tindakan yang diambil pasti ada akibat atau resiko yang ditimbulkan. Yang menjadi masalahnya siapakah yang benar, hati, pikiran ataukah keduanya? Siapakah sejatinya diri kita ini? Siapa yang berada dalam pikiran kita? Siapa yang berada dalam hati sanubari kita? 
Kita lahir di dunia sebagai manusia pastinya tidak terlepas dari belenggu. Karena merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna itu bukan berarti kita akan terlepas dari belenggu. Terdapat tiga belenggu yang mengikat manusia, yaitu : pikiran (manas), ahamkarra (ke-akuan) dan sthula saria (badan fisik). Pikiran (manas) tersebut merupakan pelopor dari kedua belenggu yang lain. Karena apa? Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Apabila tidak dapat mengendalikan pikiran maka kita akan sulit dalam mendengar suara hati (batin). Sulit, karena kita telah mengotori batin tersebut dengan kelahiran kita yang tidak hanya sekali saja. Dengan demikian, perlu dilakukannya beberapa hal yang dapat meningkatkan keharmonisan antara pikiran dan batin dengan selalu tekun dan sadar untuk selalu berfikir positif.
Dengan pikiran yang negatif akan membuat kita menuju pada kegelapan batin, kebencian, kemarahan dan permusuhan. Hanyalah ketidakharmonisan yang didapat. Sebaliknya dengan pemikiran positif akan membimbng kita menuju kebaikan, welas asih, kedamaian, kesadaran dan pikiran yang terkendali tentunya. Sampai disuatu ketika kita akan sadar bahwa baik yang positif maupun negatif adalah refleksi dari persepsi pikiran itu sendiri. Kesejukan batin yang timbul dari ketekunan untuk selalu befikir positif akan membuat kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi keadaan apapun. Perlu kita ingat, sebelum menilai suatu barang, orang lain itu buruk atau baik secara tidak sadar pikiran kita sendirilah yang berfikiran baik atau buruk. Sehingga barang atau orang lain tersebut tampak buruk atau baik juga. Seringkali kita tidak melihat hal – hal sebagaimana adanya melainkan kita melihat hal – hal itu sebagaimana keadaan pikiran kita sendiri.
Segala emosi dan perasaan (baik positif maupun negatif) adalah bayangan dari persepsi pikiran itu sendiri. Segala pengalaman dan kejadian yang terjadi dalam hidup sejatinya adalah hal yang wajar dan alami di dalam hukum – hukum semesta. Tetapi akibat dari hukum – hukum semesta itu banyak dari kita yang sengsara ada pula yang bahagia. Apakah ukuran kesedihan dan kebahagiaan itu benar akibat dari hukum semesta? Sebenarnya hokum semesta (hokum Rta dan hokum karma) tidak membawa kebahagiaan maupun kesedihan. Kebahagiaan maupun kesedihan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah produk dari riak – riak atau permainan dari pikiran itu sendiri. Selama pikiran masih mendikte maka akan tetap ada senang, sedih, suka, duka, puas ataupun kecewa.
Sebenarnya atas kehendak siapakah pikiran itu bekerja? Entah atas kehendak siapa tetapi ada sumber yang menjadi penggerak pikiran untuk bekerja, yaitu dualitas. Dualitas bergerak dari satu kebencian menuju kebencian yang lain, dari satu konflik menuju konflik yang lain, dari ketidakpuasan menuju ketidakpuasan yang lain, dan sebagainya. Ketika kita sadar bahwa dalam diri setiap individu terdapat atman dan dapat memahaminya maka keharmonisanlah yang tercapai. Seorang yogi yang sudah sadar dia akan selalu damai dalam berbagai kondisi. Dia akan tetap damai ketika ada orang lain yang mengatakan kalau dia bodoh, ketika dihina tetap damai, dihormati tetap damai dan welas asih, bertemu orang baik tetap damai, bertemu orang jahat tetap damai, dikatakan pembohong tetap damai. Dalam batin terdapat keharmonisan sehingga yang muncul berupa kedamaian tanpa syarat yang menuntut beranekaragam.
Tak hanya pikiran dan hati nurani melainkan ada sesuatu hal yang tak dapat kita perkirakan, yaitu episode – episode yang yang akan terjadi dalam perjalanan hidup. Setiap hari dijjumpai kisah – kisah yang penuh dengan pengalaman yang unik dan semua itu jauh dari perkiraan dan rencana yang sudah matang. Apa gunanya menyusun sebuah rencana yang berlian ketika kita melakukan aktivitas rencana itu tak sedikitpun kita lakukan?. Atas kemauan sendiri ataukah ada orang lain yang mempengaruhi begitu hebatnya sehingg kita mempercayainya.
 Seringkali kita juga melakukan hal – hal tanpa kesadaran, bakan secara sukarela, tanpa daya dan terpaksa, ada yang bertentangan dan ada yang selaras, ada yang setelah dilakukan menimbulkan penyesalan dan ada yang setelah dilakukan dengan terpaksa tetapi menimbulkan kesenangan tersendiri. Sebenarnya apa yang kita perbuat adalah kehendak Yang Maha Esa itu sndiri yang bersemanyam dalam jiwa kita dan jiwa semua makhluk. Ialah yang membolak – balikkan kita tanpa kita berdaya atau menentang kehendakNya sedikitpun. Akankah kita menyadari akan hal tersebut?
Manusia disebut atmaja, Anuja/janma karena pada hakikatnya ia adalah Attman yang lahir, menjelma, atman yang membadan dan disebut Purusa, karena manusia berasal dari Purusa/Visesa, semua itu adalah sama yaitu percikan Tuhan yang mengalir dari Tuhan. Manusia adalah penjelmaan dari Tuhan keturunan Tuhan, maka wajib  berguru dan memohon tuntunanNya yang tertuang dalam Weda.
Dalam kehidpan sehari – hari manusia memiliki hak, kewajiban yang beranekaragam. Dari kita pun akan memilih sebuah tugas yang terlihat mudah dan menyenangkan. Tampilan secara fisik menjadi daya tarik dan ukuran. Perlu kita ingat, tidaklah baik bagi kita dan janganlah sekali – kali berusaha melepaskan kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawab kita apalagi kewajiban itu merupakan panggilan nurani kita yang tulus dan sebenarnya, walaupun kewajiban tersebut terasa kurang sempurna. Secacat – cacatnya suatu pekerjaan pada mulanya pasti akan lebih sempurna pada tahap – tahap selanjutnya. Bekerja sesuai dengan kewajiban dengan segala ketulusan dan kesucian hati maka secara bertahap akan makin dekat dengan Tuhan.
Tetapi tidak sedikit dari kita yang mengalami kesulitan untuk mengetahui sejatinya diri pada setiap individu. Awan hitam tebal begitu kuatnya menutupi sehingga ego yang besar membuat pikiran dan nurani tidak sejalan. Memulai meditasi tanpa seorang guru spiritual seolah – olah menjadi hal yang amat sukar dan tidak mungkin. Kebanyakan dari kita mencari mati – matian kesana kemari seorang guru spiritual. Perlu kita ketahui yang terpenting adalah menyiapkan diri dan batin secara tulus dan memohon kepada Yang Maha Esa agar dituntun di jalanNya dalam bentuk seorang guru dan membingbingnya ke arah Yang Maha Esa. Percaya atau tidak seorang guru spiritual pasti akan datang dan bertemu sendiri dengan murid pilihannya sendiri pada suatu waktu yang tepat.
Sebenarnya guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam dalam diri kita masing – masing. Tetapi kita lebih condong ke bentuk duniawi daripada mendengar suara hati nurani kita sendiri, sehingga selalu diperlukan seorang guru spiritual pada awalnya agar kita dapat memahami apa yang sedang kita pelajari. Pada tahap lanjut nanti seorang guru spiritual hanya berfungsi sebagai jembatan dan mengantarkan kita ke sang Adhi Guru yang sebenarnya tidak jauh berada dari kita.
Dengan adanya Sang Adhi Guru dalam setiap pribadi manusia maka yang menentukan apakah seorang murid akan maju secara spiritual bukanlah pada pertanyaan apakah gurunya berkualitas, tetapi apakah kita sebagai murid memiliki potensi atau kualifikasi sebagai murid? Seorang guru betapapun hebatnya itu akan sia – sia dan percuma atau tidak akan banyak membantu pada keberhasilan muridnya ketika murid tersebut tidak memiliki kualitas. Murid yang berkualifikasi hanya perlu mengambil nama gurunya saja dan maju di dalam spiritual. Apakah seorang guru mampu memberi pencerahan? Mengapa tidak, tetapi apakah murid tersebut mampu menerimanya, adakah tempat dihatinya, karena yang menjadi fokus adalah kemajuan spiritual seorang murid jadi kualitas muridlah yang menentukan.
Kerap kali kita menjadi budak dari pekerjaan – pekerjaan kita dan kesibukan yang tak kunjung – kunjung usai.  Hal tersebut ketika dituruti secara terus menerus tidaklah baik. Seharusnya dan sebaiknya kita meluangkan waktu kita untukNya.dengan begitu kita akan mendapatkan kenikmatan yang berbeda dan kenikmatan yang tidak kita peroleh dari kesibukan – kesibukan kita setiap harinya.sekali tercapai komunikasi denganNya kita akan mengalami keajaiban – keajaiban yang mengubah cara hidup kita, membuat kita semakin tegar dan tabah dengan berbagai lika – liku kehidupan. Maka dari itu, Meditasi dapat membantu kita dalam menemukan sang Jati diri dalam diri kia sendiri. Dengan meditasi kita mencoba untuk berhubungan dengan Sang Atman secara konstan dan terkonsentrasi.
Terdapat Sadhana (disiplin) Yoga yang perlu kita ketahui, yaitu:
1.      Menanggalkan semua bentuk nafsu dan keinginan, karena semua ini lahir dari sankalpa dan membuat pikiran menjadi tidak tenang. Dengan menanggalkan nafsu – nafsu dalam diri maka kita diajak untuk bertenang-diri.
2.      Pengendalian dan penghentian keingan- keinginan indra, maka dengan tekad yang sungguh  sungguh  kita harus mencoaba untuk menguasai indra – indra kita dari setiap sisi dan sudut.
3.      Setelah gelombang – gelombang nafsu atau keinginan kita sudah mereda, maka dengan bantuan buddhi gelombang – gelombang t ersebut dikendalikan lagi dengan ketegaran intelektual. Dengan kata lain belajar untuk menghilangkan rasa takut. Mereka yang telah berhasil mengendalikan indra – indra mereka akan diserang oleh rasa takut seperti “pikiranku terkendali, dapatkah aku berfikir baik sekarang?”. “indra – indraku terkendali, dapatkah aku bekerja dan berfungsi dengan baik?” semua rasa takut itu akan hilang kalau seorang uru yang baik dan bijaksana selalu ada di sisi kita. memberi semangat dan petunjuk tanpa bosan- bosannya. Di atas semua guru – guru yang ada di dunia ini siapa lagi yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahu kalau bukan Sang Atman , Sang Adhi Guru sendiri yang bersemayam dalam diri.
4.      Pikiran kita harus selalu bersandar pada Sang Atman. Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa obyek meditasi adalah Tuhan Yang Maha Esa dan mengendalikan pikiran yang selalu terbang kesana kemari. Pikiran yang lari kesana kemari tersebut haruslah ditarik menuju obyek utama yang semula, yaitu Tuhan Yang Esa. Menjadikan pikiran itu menerima dengan sadar kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aspek kehidupan. Sebuah meditasi memiliki seni dimana tak bosan – bosannya untuk selalu mengendalikan pikirang yang melayang, karena ketika sudah tercapai stabilitas pikiran bisa saja pikirang akan kembali melayang ke arah yang lain.
5.      Menangkap selalu pikiran – pikiran dan menggiringnya ke jalan yang satu yaitu jalan ke Jati Diri kita sendiri (Atman) .
Seorang pemula biasanya akan mudah patah semangat ketika tidak langsung melihat hasil meditasinya. Setelah beberapa hari, beberapa minggu, ataupun beberapa bulan yang penuh meditasi dan disiplin tetap saja tidak melihat suatu hasil apapun maka ia mulai ragu dan akan berfikir “derita disiplin ini sudah terlalu banyak bagiku, tak kulihat suatu hasil akhir sedikitpun dari usaha – usahaku ini. Aku jadi ragu apakah disiplin ini akan menghasilkan sesuatu?” dengan begitu pemula tersebut akan patah semangat sebelum ia berhasil mencapai apa yang menjadi tujuannya. Sebaiknya meditasi dan disiplin yang ketat dihayati, diyakini dan dicintai serta jangan sekali – kali ada perasaan kalah untuk seorang pemula. Sebab jalannya memang panjang dan harus selalu yakin akan petuah – petuah gurunya bahwa akhir jalan akan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. Hal tersebut dapat kita lihat pada sang guru atau orang – oarng suci lainnya. Suatu hari entah itu lambat atau cepat pasti akan mencapai tujuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam masa globalisasi dan masa krisis yang melanda manuasia sekarang, kehidupan organik tertinggal jauh. Spiritual mulai diabaikan dan intelektual mulai diagungkan. Disituasi sekarang perpecahan mulai terjadi dan norma – norma yang ada pun mulai dilanggar. Sikap manusia terhadap alam semesta dan rasa persaudaraan sedikit demi sedikitpun mulai lutur dan menghilang. Tidak mau menundukkan diri secara sukarela pada kehidupan bermasyarakat melainkan menjadi jiwa yang tamak dan bertahan dengan keegoan masing – asing. Kekosongan jiwa dan berbagai bentuk ketegangan menyelimuti sebagian besar individu. Pendidikan yang lebih menekankan pada kesuksesan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan segala sesuatu kebutuhan duniawi.
Menurut Radhakrishnan seorang pemikir Hindu yang menonjol pada abad 20-an menyatakan “kita harus menyentuh kembali jiwa umat manusia, karena jiwa membnetuk dan menguatkan raga. Tuhan itu ada berarti pengalaman spiritual dapat direngkuh dan pengalaman diri merupakan bukti utama dari kenyataan Tuhan. Menjadikan diri manusia menjadi manusiawi dan sempurna dapat dicapai dengan pencaharian diri, pengetahuan diri dan pemenuhan diri. Sebuah tragedy dimana sebagia besar dari kita tidak menyadari kebodohan kita, dan semakin parah kebodohan kita, semakin kurang peka kita terhadapNya.
Terkadang diri ini tidak nyaman dalam keramaian. Ingin rasanya menghindar dari keramaian dan menyendiri tanpa ada gangguan dari siapapun. Rasa ingin menyendiri itu muncul begitu saja dalam diri. Kemauan siapakah itu? Bagaimana kita harus menyikapinya. Mungkin itu adalah salah satu dari panggilan hati nurani untuk mengenal lebih dalam tentangNya. Tidak dipungkiri itu sebagai pertanda bahwa Beliau menujukkan jalan kepada kita dengan merenung sejenak untuk berkonsentrasi dan berkomunikasi denganNya. Selagi ada keinginan dari dalam diri untuk menyendiri kenapa tidak? Mungkin dengan itu akan lebih mudah dan dapat berkonsentrasi karena sudah mantab dari dalam diri dibandingkan tidak ada keinginan sama sekali tetapi tetap dipaksakan. Semua itu kembali dan tergantung dari kitanya masing – masing apakah kita peka akan hal tersebut atau tidak sama sekali.
Jati diri umat Hindu adalah kesadaran tentang adanya Ātman yang bersthana pada diri pribadi setiap mahluk. Apapun nama mahluk itu, di dalam dirinya terdapat sinar suci yang merupakan bagi atau percikkan dari Brahman. Mewujudkan kesadaran terhadap Ātman dalam diri manusia atau dalam diri pribadi kita merupakan perjuangan yang sangat berat. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut berbagai pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang Ātman seperti diajarkan dalam kitab suci khususnya kitab-kitab Upaniûad. Pengetahuan saja tidaklah cukup, tetapi lebih dari hal ini adalah pengamalannya yang dapat dilakukan melalui Sādhana, yakni latihan atau olah rohani. Bila kesadaran terhadap Sang Diri ini dapat diwujudkan dengan baik, maka cinta kasih akan mengalir dari diri pribadi kita, yang dampaknya adalah terwujudnya kesejahtraan dan kebahagiaan yang sejati. Kesadaran Sang Diri meralisasikan berbagai ajaran di dalam kitab suci Veda maupun susastra Hindu lainnya.
Pesan bumi disaat semesta berbicara Meski bulan purnama malam ini terhalang mendung dan hujan, tak berarti cahayanya berhenti berpendar dibalik awan gelap itu. Serupa dengan itu, meski kegelapan hidup sedang menerpa hari-hari kita, tak berarti Sang jiwa dalam diri berhenti memendarkan cahaya kedamaian dan kebahagiaan sejatiNya. Kita hanya perlu belajar menyingkirkan mendung-mendung kesedihan, kemarahan, kebencian, kecemasan dan lainnya, yang telah menggelapkan pikiran selama ini. Siapa saja berhasil menyingkirkan lewat tawa bahkan tangis, cahaya kedamaian dan kebahagiaan segera terpancar kembali dari dalam batinnya.” Dari pesan tersebut sangatlah jelas bahwa sang jiwa atau Sang Atman itu tidak berhenti memancarkan cahaya sucinya untuk mengarahkan kita, untuk menuntun kita agar selalu berada dijalannya. Tetapi raga dimana Atman itu tinggal tidak semuanya secara cepat sadar akan keberadaanNya. Belajar menyingkirkan segala bentuk awidya sangatlah penting untuk mengetahui siapa sebenarnya Sang Jati Diri ini.







III.             PENUTUP

A.                KESIMPULAN
Belenggu yang mengikat manusia antara lain: pikiran (manas), ahamkarra (ke-akuan) dan sthula saria (badan fisik). Dimana pikiran (manas) merupakan pelopor dari kedua belenggu yang lain. Dengan mampu mengendalikan pikiran dan sadar akan cahaya Sang Jiwa yang tak pernah berhenti berpendar maka kita akan mengetahui sejatinya Jati Diri kita. Guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam dalam diri kita masing – masing. Jadi, yang terpenting adalah menyiapkan diri dan batin secara tulus dan memohon kepada Sang Hyang Widhi agar dituntun di jalanNya dalam bentuk seorang guru dan membingbing kita ke arah Sang Hyang Widhi. Dengan meditasi dapat membantu kita dalam menemukan sang Jati diri dalam diri kia sendiri

B.                 SARAN
1.      Di era globalisasi sekarang ini hendaknya spiritual tidak dilupakan dan bukan intelektual saja yang diutamakan.
2.      Menyadari akan keberadaan Atman itu penting agar tercapai keharmonisan dan mengetahui sejatinya Jati Diri.
3.      Ketika kita sebagai pemula dalam meditasi janganlah mudah patah semangat akan hasil yang tidak segera tampak melainkan tetap dengan gigih dan penuh semangat untuk terus mencoba berkomunikasi denganNya serta jangan pernah sekali – kali merasa kalah untuk seorang pemula.
4.   Segala emosi dan perasaan (baik positif atau negatif) merupakan persepsi dari bayangan pikiran itu sendiri, sehingga pengendalian akan pikiran itu sangat penting bagaikan seorang Yogi dia akan selalu merasa damai dan welas asih dalam kondisi yang bagaimanapun juga.
5.   Ketika kekalutan, keresahan melanda sebaiknya kita selesaikan dengan meditasi sejenak agar pencerahan dating kepada kita.


Sumber            :
Bhagavat Gita karangan T.L Vaswani
Triguna, Yudha. 2011. Himpunan Dharma Wacana dan Dharma Tula. Direktorat Jenderal Bimas Hindu, Jakarta Pusat.

Komentar

Postingan Populer